Pengaruh
Kebudayaan Terhadap Pembelian dan Konsumsi
Ø Pengertian Kebudayaan
Faktor budaya merupakan
suatu yang paling memiliki pengaruh paling luas pada perilaku konsumen.
Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan
kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan
perilaku seseorang.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,bangunan, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan
bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Dengan adanya
kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami beberapa
bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi
masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis
sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja.
Misalnya kebiasaan kita
sehari – hari adalah mandi tiap hari 2 kali dalam sehari, otomatis didalam
kebiasaan kita mandi tersebut kita membutuhkan banyak perabotan dan alat – alat
untuk membersihkan diri seperti sabun, sikat gigi, dan lain – lain. Lain halnya
jika ada beberapa golongan yang jarang mandi, mereka tidak terbiasa untuk
menerima kebiasaan kita mandi setiap hari, oleh karena itu, konsumen melihat
diri mereka sendiri dan bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar
belakang kebudayaan yang mereka miliki. Dan, setiap individu akan
mempersepsi dunia dengan kacamata budaya mereka sendiri.
Tradisi (Bahasa Latin: traditio,
"diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang
paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
suatu negara, kebudayaan, waktu, atauagama yang sama. Hal
yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Hal ini bisa jadi sangat
bersifat umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah
fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya.
Misalnya yaitu bulan Ramadhan, yang selalu berhubungan dengan ketupat, mudik,
kurma.
Ø
Seseorang Menemukan Nilai- Nilai
yang di Anut
Nilai sosial
adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu
dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses
menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut
masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang
lain terdapat perbedaan tata nilai
Ciri-ciri
pembentukan nilai-nilai sosial yang di anut :
· Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi
antarwarga masyarakat.
· Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
· Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
· Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan
sosial manusia
· Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan
yang lain.
· Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
· Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
· Cenderung berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai
sosial dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).
Nilai
dominan adalah nilai yang dianggap lebih
penting daripada nilai lainnya. Ukuran
dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
· Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian
besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di
segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
· Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
· Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai
tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik)
di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
· Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai
tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan
kebanggaan atau prestise tersendiri.
Nilai mendarah daging (internalized
value)
Nilai mendarah daging adalah nilai
yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang
melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah
sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil.
Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat
bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah
kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung
jawab. Demikian pula, guru yang
melihat siswanya gagal dalam ujian
akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi
sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan
perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup
seseorang dalam masyarakat. Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu:
1. Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna
bagi fisik/jasmani seseorang.
2. Nilai
vital, yaitu segala sesuatu yang
mendukung aktivitas seseorang.
3. Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna
bagi jiwa/psikis seseorang.
Ø
Pengaruh Kebudayaan Terhadap
Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang
diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen
untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang
ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut
Loudon dan Della Bitta (1993)
adalah proses pengambilan keputusan
dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu
dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan
jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995)
consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan
tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
·
Model perilaku konsumen
Konsumen
mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan
besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab
pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana
dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar:
Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang
dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan
memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang
berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
·
Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh
paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui
peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya
adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.
Banyak subbudaya membentuk segmen
pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran
yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
·
Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari
Dengan adanya kebudayaan, perilaku
konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari
masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen
terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara
tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya
terhadap perilaku sering diterima begitu saja. Ketika kita ditanya kenapa kita
melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab, “ya karena memang sudah
seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah berupa jawaban otomatis yang
memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita. Barulah ketika seseorang
berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya, nilai dan kepercayaan yang
berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari bahwa budaya telah membentuk
perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi terhadap budaya yang
dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang berbeda. Misalnya, di
budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari dengan
pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan yang baik bila
dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya menggosok gigi
dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi
terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang mereka
miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata budaya
mereka sendiri.
·
Pengaruh Budaya dapat Memuaskan
Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat
memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu produk yang memberikan
petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode
“Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial.
Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan peraturan dan standar mengenai
kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan tiap waktu seseorang pada waktu
makan.
Begitu juga hal yang sama yang akan
dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi makanan olahan dan suatu obat.
·
Pengaruh Budaya dapat Dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak
seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat
nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk
budaya seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang
diketahui secara umum yaitu misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang
lebih tua mengajari anggota keluarganya yang lebih muda mengenai cara
berperilaku. Ada juga misalnya seorang anak belajar dengan meniru perilaku
keluarganya, teman atau pahlawan di televisi. Begitu juga dalam dunia industri,
perusahaan periklanan cenderung memilih cara pembelajaran secara informal
dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat. Misalnya dengan adanya
pengulangan iklan akan dapat membuat nilai suatu produk dan pembentukan
kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti biasanya iklan sebuah produk akan berupaya
mengulang kembali akan iklan suatu produk yang dapat menjadi keuntungan dan
kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan itu tidak hanya mampu mempengaruhi
persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu produk, namun dapat
juga memepengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai keuntungan yang akan
didapat dari suatu kategori produk tertentu.
·
Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang
bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai
perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang.
Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Hal
ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk
para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap
masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang selalu berhubungan
dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi misalnya pernikahan, akan
membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara tersebut.
Ø
Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi
yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan
antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan
distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga
(permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam
permintaan dari D1 ke D2 bersama dengan peningkatan harga
dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan
(equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
Ø
Dampak Nilai- Nilai Inti Terhadap
Pemasar
·
Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi
pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari
rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan
manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik (makanan, pakaian,
perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi,
penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen,
bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan
kebutuhan tersebut.
·
Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang
dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual dinamakan keinginan.
Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka
atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat
yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada
keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang
bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menenbus
keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya.
Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut
terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi
kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya
dengan makanan sukayaki dll.
·
Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta
keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan
produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah
istilah permintaan, yaitu keinginan menusia akan produk spesifik yang didukung
oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
Ø
Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
1.
Budaya merupakan konsep yang
meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari
pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak
menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal
tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi
kepuasan.
2.
Budaya adalah hal yang diperoleh.
Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga,
bermula dari perilaku manusia tersebut.
3.
Kerumitan dari masyarakat modern yang
merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci
atas perilaku yang tepat.
Ø
Perubahan
Institusi
·
Variasi nilai perubahan dalam nilai
budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai budaya memberikan dampak yang
lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam
kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu
merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan
kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam
praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen
akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak
akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang
individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari
nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua,
meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman.
·
Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada
budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan
Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis
dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya,
dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen
dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada
produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi.
Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk
menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka
dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ”
be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi
secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
·
Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya
pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan
dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor
budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh
di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka
dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika
yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun
Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki
lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil”
bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan
kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih
berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya
melainkan juga pada budaya didalamnya.
·
Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah
bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi
anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua)
memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya.
Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi
diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh
orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada
beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran
orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan
dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di
Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi
ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga
mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan
bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga diantara
mereka.
Contoh
Kasus :
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR –
Pelestarian terhadap seni budaya batik menjadi salah kaprah. Masalahnya,
seluruh siswa SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli
seragam batik. Kewajiban ini berlaku bagi siswa baru maupun siswa lama saat
orangtua mengambil rapot kenaikan kelas.
Koleksi seragam sekolah bertambah.
Siswa SMP, misalnya, selain memiliki seragam putih-biru dan Pramuka, kini
bertambah seragam batik. Demikian dengan siswa SMA/SMK. Selain seragam
putih-abu-abu dan Pramuka, kini juga bertambah seragam batik.
Ini yang dipersoalkan orangtua di
sana. Mereka bukan saja mempermasalahkan cara ”paksaan” yang dilakukan pihak
sekolah. Tapi, soal harga yang terlalu tinggi.
”Masak seragam batik printing
harganya Rp 179 ribu per potong,” tutur salah seorang walisiswa kepada Republika.
Walisiswa dari sebuah SMPN di Jaten,
Karangnyar, ini merasa keberatan dengan model pungutan seperti ini. Masalahnya,
siswa setiap ajaran baru itu wajib membeli seragam reguler dan seragam
olahraga.
Menurutnya, banyak orangtua yang
memprotes. Tapi, mereka tak dapat berbuat banyak. ”kebijakan seragam batik
sebagai identitas sekolah. Mau tidak mau, siswa harus membeli,” katanya.
Siswa SMAN I Karanganyar mewajibkan
membeli seragam batik lewat koperasi sekolah. Orangtua disodori belangko
pembelian seragam batik senilai Rp 179 ribu. Ini diberikan saat orangtua
mengambil rapor. Dalam blangko disebutkan, orangtua bisa membayar batik saat
mengambil rapor. Atau setelah libur sekolah